Kamis, 28 Agustus 2008

Penundaan eksekusi mati ditanggapi dingin

SERANG, TRIBUN - Keputusan Kejaksaan Agung untuk menunda pelaksanaan eksekusi mati para terpidana kasus bom Bali I sampai batas waktu yang belum ditentukan sebagaimana disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga di Jakarta kemarin, ditanggapi biasa-biasa saja oleh kuasa hukum dan keluarga Imam Samudra.
"Biasa saja. Prinsipnya kami dari dulu juga mempersilahkan jika eksekusi mau dilakukan kapan pun. Asal prosedur hukumnya terpenuhi," kata Ketua Tim Pembela Muslim (TPM) Banten Agus Setiawan, kemarin sore. Namun demikian, Agus berharap keputusan penundaan pelaksanaaan eksekusi mati tersebut lebih didasarkan kepada alasan-alasan hukum, seperti terkait tengah diajukannya uji materi UU No 2/PNPS/1964 tentang pelaksanaan hukuman mati ke Mahkamah Agung oleh TPM. "Kalau untuk alasan tersebut tentu kami sangat mengapresiasinya. Jangan hanya karena alasan politis," ujarnya.
Menurut Agus, yang lebih mendesak saat ini adalah segera diberikannya ijin untuk membesuk para terpidana kasus tersebut. Pasalnya, kata Agus, silaturahmi pada saat menjelang bulan puasa sangat dianjurkan dalam Islam.
Secara terpisah adik kandung Imam samudra yang juga sekaligus juru bicara keluarga, Lulu Jamaludin, mengatakan, dirinya sejak awal yakin jika pelaksanaan eksekusi tersebut tidak akan pernah terjadi hingga prosedur hukumnya dipenuhi terlebih dahulu.
Selain terkait tata cara eksekusi mati, pemenuhan prosedur hukum yang dimaksud Lulu adalah terkait digunakannya UU No 1/2002 tentang pemberanbtasan tindak pidana terorisme dalam mengadili para pelaku bom Bali I, serta terkait tidak dihadirkannya para terpidana kasus tersebut saat pengadilan pengajuan PK. "Sejak awal kami yakin Kejaksaan Agung tidak akan berani mengeksekusi," kata Lulu.
Seperti diketahui, hal-hal tersebut hingga saat ini masih dipermasalahkan oleh keluarga dan TPM. Mereka menilai penggunaan UU 1/2002 adalah telah melanggar azas retroaktif dari UU itu sendiri, karena UU tersebut lahir setelah peristiwanya sendiri terjadi. Mereka lebih setuju jika para pelaku bom Bali I tersebut dijerat dengan KUHP. Mereka juga mempermasalahkan tidak dihadirkannya para terpidana kasus tersebut pada saat pengadilan pengajuan PK dilakukan. Menurut mereka, hal tersebut tidak sesuai dengan prosedur hukum yang ada. Demikian juga dengan tata cara hukuman mati. Mereka mempermasalahkan potensi terjadinya penyiksaan jika pelaksanaan eksekusi hukuman mati dilakukan dengan cara ditembak sebagaimana diatur dalam UU 2/PNPS/1964.
Untuk itu, Lulu mengaku, pihaknya tidak sedikitpun melakukan persiapan-persiapan selayaknya yang dilakukan oleh keluarga para terpidana hukuman mati lainnya di Indonesia, saat rencana eksekusi sudah mendekati pelaksanaan.
Sebelumnya diberitakan sejumlah warga Serang telah menawarkan lahan miliknya untuk menjadi tempat dimakamkannya Imam samudra jika eksekusi dilakukan. Salah satunya adalah Kholid Mifdar, aktivis FKPN Pontirta, yang menawarkan lahan miliknya untuk tempat pemakaman tersebut, karena mengganggap Imam samudra adalah pahlawan agama Islam dari Banten. Namun tawaran tersebut tidak ditanggapi serius oleh pihak keluarga Imam Samudra.(idm)

Tidak ada komentar: